DefinisiKarawitan adalalah Musik Indosesia yang bersistem nada pentatonic (berlaras pelog dan slendro) yang tata garapnya telah menggunakan tata notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, sifat, patet ( tangga nada) instrumentalia (gamelan), vocal, atau campuran instrumen dan vocal, enak didengar untuk diri sendiri dan orang lain
Karawitan Jawa sebagai identitas musik tradisi Jawa hingga saat ini masih bertahan eksistensinya. Tidak lain karena karawitan telah dianggap oleh masyarakatnya sebagai bagian dari tradisinya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berlaku bagi orang awam yang belum terbiasa mendengar gamelan, sehingga letak probematikanya disini adalah pada konteks pembelajaran karawitan, bahwa khusus bagi siswa awam sangat sulit memahaminya. Terutama apabila dikaitkan dengan istilah-istilah dasar yang termuat di dalam Seni Karawitan. Tulisan ini bertujuan untuk menawarkan solusi akan problematika tersebut. Upaya yang dilakukan yakni memanfaatkan kreativitas guru untuk memberikan stimulus melalui aspek psikologi kognitif siswa. Seperti kajian ini, yakni melalui aspek kebahasaan atau istilah-istilah dalam karawitan, melalui stimulus tersebut akan melahirkan perilaku musikal. Kajian ini menyimpulkan bahwa dengan timbulnya mental response dari aspek kognitif siswa, maka akan mendorong siswa untuk melahirkan antusisasme berbentuk behavioral response, terutama dalam memaknai dan merepresentasikan nilai-nilai filosofis, nilai kebudayaan, dan nilai-nilai positif lain yang terkandung dalam seni karawitan Jawa. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free INDONESIAN JOURNAL of Performing Arts Education Available online at DOI suffix at 5 ORIENTASI ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMBELAJARAN SENI KARAWITAN JAWA MELALUI ASPEK PSIKOLOGI KOGNITIF Anarbuka Kukuh Prabawa1 1Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Doc Archive Submited 10-11-2021 Accepted 20-01-2022 Published 31-01-2022 Kata kunci orientasi istilah; psikologi kognitif; pembelajaran karawitan; karawitan Jawa. Abstrak Karawitan Jawa sebagai identitas musik tradisi Jawa hingga saat ini masih bertahan eksistensinya. Tidak lain karena karawitan telah dianggap oleh masyarakatnya sebagai bagian dari tradisinya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berlaku bagi orang awam yang belum terbiasa mendengar gamelan, sehingga letak probematikanya disini adalah pada konteks pembelajaran karawitan, bahwa khusus bagi siswa awam sangat sulit memahaminya. Terutama apabila dikaitkan dengan istilah-istilah dasar yang termuat di dalam Seni Karawitan. Tulisan ini bertujuan untuk menawarkan solusi akan problematika tersebut. Upaya yang dilakukan yakni memanfaatkan kreativitas guru untuk memberikan stimulus melalui aspek psikologi kognitif siswa. Seperti kajian ini, yakni melalui aspek kebahasaan atau istilah-istilah dalam karawitan, melalui stimulus tersebut akan melahirkan perilaku musikal. Kajian ini menyimpulkan bahwa dengan timbulnya mental response dari aspek kognitif siswa, maka akan mendorong siswa untuk melahirkan antusisasme berbentuk behavioral response, terutama dalam memaknai dan merepresentasikan nilai-nilai filosofis, nilai kebudayaan, dan nilai-nilai positif lain yang terkandung dalam seni karawitan Jawa. Keywords term orientation; cognitive psychology; musical learning; Javanese karawitan. Abstract Javanese Karawitan as the identity of Javanese traditional music still survives to this day. Because karawitan has been considered part of their community tradition. However, this does not apply to ordinary people who are not used to hearing gamelan, so the problematics here is in the context of learning karawitan, which is especially difficult for common students to understand. Mainly when it is associated with the basic terms contained in the Karawitan Art. This paper aims to offer a solution to this problem. Efforts are being made to utilize the teacher's creativity to provide stimulus through aspects of students' cognitive psychology. Like this study, through linguistic aspects or terms in karawitan. Through these stimuli will give birth to musical behavior. This study concludes that the emergence of mental responses from the student's cognitive aspects will encourage students to generate enthusiasm in behavioral responses, especially in interpreting and representing philosophical values, cultural values, and other positive values in Javanese karawitan art. This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. 6 2022 Pendahuluan Sebelum mengawali pembahasan kali ini, terlebih dahulu kembali mengingat sejarah singkat dari seni Karawitan Jawa. Karawitan Jawa merupakan sebuah ansambel musik tradisi dari Jawa, yang sajian di dalamnya terdiri dari beberapa macam instrumen musik yang istilahnya lazim disebut dengan “gamelan”. Secara harafiah kata Karawitan berakar pada kata “rawit” atau yang memiliki arti “halus”. Karawitan memiliki sinonim atau istilah lain yang lazim juga disebut “Gamelan Orchestra”. Karawitan memiliki dua tangga nada scale utama yakni pelog dan slendro. Seni Karawitan awalnya secara fungsional hanya digelar dalam upacara-upacara tertentu di keraton Jawa, namun seiring perkembangannya, kini karawitan telah berubah menjadi sarana hiburan, meskipun beberapa gendhing atau lagunya masih bersifat sakral. Menurut Ranggawarsita dalam serat Pustaka Raja Purwa, gamelan telah berdiri sejak tahun 326 Caka atau 404 Masehi Yudoyono, 1984, p. 24. Sementara jika dilihat dari perspektif mitologis, gamelan Jawa diciptakan oleh Bathara Guru. Perspektif lain juga menyebutkan bahwa karawitan sudah ada dan popular sejak masa pemerintahan pendiri Borobudur yaitu raja Samaratungga, dari wangsa Syailendra Sailendravamsa. Hal tersebut didasarkan pada penelitan para ilmuwan dari relief Karmawibangga di Candi Borobudur, sehingga hal itu mengindikasikan bahwa gamelan sudah ada sejak zaman itu. Karawitan Jawa pada abad 20 semakin menarik perhatian musikolog dari mancanegara. Musikolog tersebut yakni Kunst 1949 dan Hood 1966 yang merupakan dua dari sekian banyak musikolog yang meneliti estetika dan sejarah perkembangan gamelan di tanah Jawa. Karawitan Jawa tetap banyak peminatnya meskipun di era modern seperti sekarang, dan selain orang Jawa sendiri sebagian peminatnya juga ada dari etnis lain. Apalagi Seni Karawitan telah dijadikan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah di beberapa lembaga pendidikan, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Selain pada lembaga pendidikan formal, tidak sedikit juga kelompok masyarakat di desa-desa yang tetap melestarikan seni karawitan secara rutin. Bagi masyarakat yang tumbuh dalam kebudayaan Jawa, untuk dapat mempelajari seni karawitan relatif tidak terlalu sulit dibandingkan orang awam yang sama sekali belum mengenal kebudayaan Jawa. Termasuk mereka yang sudah memahami dasar musikologi barat juga belum tentu mudah untuk mempelajari Seni Karawitan. Karena untuk menyetarakan teori musik Jawa ke dalam musik barat sama halnya dengan mengalihkan sistem komunikasi satu ke sistem komunikasi yang lain. Padahal faktanya, jika mengingat setiap kebudayaan memiliki filosofi yang berbeda-beda Seeger, 1977, p. 66. Berdasarkan fakta tersebut, dalam kajian ini akan dianalisis betapa pentingnya pemahaman awal terhadap istilah-istilah dalam karawitan Jawa untuk konteks pembelajaran, terutama bagi orang awam yang belum mengenal kebudayaan Jawa sebelumnya. Pemahaman istilah pada tahap awal ini sangat penting dilakukan sebelum memainkan instrumen gamelan, sebab sebuah istilah-istilah yang dijadikan penamaan suatu identitas mengacu pada konsep tertentu, dengan demikian dibutuhkan sebuah stimulus terhadap aspek psikologi kognitif pebelajar karawitan agar konsep-konsep musikologis karawitan Jawa lebih cepat dipahami. Melalui teori psikologi kognitif, diharapkan pemberian stimulus bagi siswa akan melahirkan mental response dan juga behavioral response sebagai bekal awal mendalami Seni Karawitan Jawa. Pembahasan Konsep Pendekatan Psikologi Kognitif Tulisan ini memaparkan bentuk kreativitas guru dalam menggunakan konsep psikologi kognitif sebagai teknik perangsangan, hal ini ditujukan untuk mendukung pemahaman dasar siswa sebelum melakukan pembelajaran praktik karawitan. Psikologi kognitif merupakan ilmu yang terfokus untuk mempelajari informasi dalam bentuk kebahasaan yang ditangkap oleh indera, diproses di dalam jiwa seseorang untuk diendapkan dalam kesadaran, serta diwujudkan ke dalam pola perilaku Goldstein, 2011, p. 7. Orientasi Istilah-Istilah dalam Pembelajaran Seni ... 7 Proses pengendapan informasi di dalam jiwa seseorang disebut juga sebagai mental response, yang di dalamnya berupa perhatian attention dan tanggapan perceiption. Secara operasional dapat dimengerti bahwa psikologi kognitif adalah bagaimana seseorang menerima, mempersepsi, menalar, mengingat, dan berpikir. Hal tersebut juga berlaku seperti halnya pada sebuah pembelajaran seni karawitan dimana guru harus memiliki kreativitas. Harapannya dengan kreativitas yang dimiliki oleh guru dapat memberikan stimulus awal pada siswa, dengan pembekalan sebuah teori mengenai istilah-istilah dasar yang perlu dipahami oleh siswa awam sebelum menginjak pada tahap praktiknya. Stimulus awal yang berupa teori dasar dan istilah-istilah dalam karawitan disampaikan oleh guru kepada siswa, terutama siswa awam demi membentuk mental response. Terbentuknya sebuah mental response dari siswa akan memunculkan sebuah perhatian attention dan juga tanggapan perception baik berupa pertanyaan, pernyataan, maupun hal yang mungkin masih kurang jelas berkenaan dengan istilah dan teori dasar karawitan. Setelah tahap mental response terbangun, harapannya dengan orientasi melalui aspek psikologi kognitif tidak hanya sekedar berhenti pada terbentuknya mental response, namun lebih dari itu dapat berlanjut sampai dengan tahap terbentuknya behavioral response. Behavioral response merupakan sebuah tanggapan atau respon siswa setelah diberikan stimulus yang melahirkan respon berupa tindakan atau perilaku. Apabila mental response tadi berupa menalar, mengingat, memahami, mempelajari sedangkan behavioral response adalah mewujudkan dalam perilaku dan sikap. Gambar 1 menunjukkan alur perspektif psikologi kognitif. Terlihat pada Gambar 1 bahwa pada dasarnya konsep tersebut hampir sama atau terdapat kemiripan dengan teori komunikasi Craig, 1999, p. 11. Letak perbedaan teori tersebut yaitu hanya pada penekanannya saja. Craig pernah mengemukakan “There is no one correct theory of communication but many theories are useful for thinking about specific problems”. Gambar 1. Alur Perspektif Psikologi Kognitif Artinya bahwa menurut Craig sebenarnya tidak ada teori komunikasi yang paling benar, kecuali hanya ada teori-teori yang dapat bermanfaat atau berguna sebagai bentuk pemikiran dalam memecahkan masalah secara spesifik. Oleh sebab itu, maka Craig membedakan teorinya dalam tujuh tradisi, yaitu 1 tradisi semiotic, 2 tradisi phenomenologist, 3 tradisi cybernetic, 4 tradisi sociopsychologist, 5 tradisi sociocultural, 6 tradisi kritis, dan 7 tradisi retorical. Semua tujuh jenis tradisi tersebut pada dasarnya masih tetap saling berkorelasi atau berkaitan satu sama lain dan penggunaan disesuaikan berdasarkan konteks permasalahannya. Teori tradisi Craig yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori tradisi sosio-psikologis, dengan alasan mendasar karena teori ini lebih memiliki hubungan yang terdekat dengan objek yang dikaji, yakni pembelajaran Seni Karawitan. Pertama untuk membentuk sajian yang utuh, permainannya dilakukan secara ansambel, artinya perlu membangun aspek sosio-psikologis untuk menjalin chemistry dan kekompakan antar rekan, mengingat juga kerjasama tim menjadi bekal pokok dalam menabuh gamelan pada ansambel karawitan. Apalagi telah diungkapkan oleh Craig bahwa konsep sosio-psikologis tersebut merangsang timbul dan terciptanya ekspresi, interaksi dan pemberian pengaruh terhadap orang lain Craig, 1999, p. 142. Faktanya pada abad 20, tradisi ini disebut “science of communication”. Teori tersebut menganggap bahwa komunikasi merupakan proses ekspresi dan interaksi yang dapat This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. 8 2022 memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengungkapkan emosi dan cara berperilaku Craig, 1999, p. 143. Sebagaimana dengan konsep teori tersebut, artinya pemahaman yang dirancang memang sengaja difokuskan pada perilaku manusia sebagai makhluk sosial, yang meliputi aspek-aspek psikologis, pengaruh secara individual, kepribadian serta perasaan, persepsi, dan juga kognisinya Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2011, p. 52. Selain secara sosio-psikologis, teori tradisi dari Craig yang berkaitan erat dengan komunikasi antar sosial yakni tradisi semiotic. Sebab menurut teori semiotic dikatakan bahwa, “human communication has occurred when a human being responds to a symbol,” Littlejohn et al., 2011, p. 4. Artinya bahwa komunikasi antar manusia dianggap sebagai transmisi informasi yang terjadi ketika seseorang merespon adanya sebuah simbol atau tanda, yang juga menurut Sussane K. Langer disebut sebagai “an instrument of thought” Littlejohn et al., 2011, p. 45. Sumber teori Craig tentang teori tradisi semiotic juga mengutip teori Pierce yang berbunyi, “Semiosis as a relationship among a sign, an object, and a meaning.” Artinya bahwa komunikasi semiotic dapat terjadi karena adanya korelasi antara objek dengan tanda, tanda dengan makna, dan objek dengan makna. Hal tersebut sangat erat hubungannya dengan konsep linguistik. Dalam proses komunikasi, kata-kata yang disampaikan oleh pengirim pesan sender mengalami proses interpretasi sebelum sampai kepada penerima receiver sebagai sesuatu yang memiliki makna. Sementara keterkaitannya dengan teori tradisi sosio-psikologis bahwa makna yang tersirat dapat merangsang seseorang untuk mewujudkan dalam bentuk perilakunya, artinya bahwa teori ini kembali pada hakikat psikologi itu sendiri, yakni memuat stimulus dan respon. “The emphasis in psychology was on how we learn behavior by associating stimulus and response”. Sementara jika dianalisis dalam konteks pembelajaran, apabila sebuah respon perilaku itu diulang kembali berkali-kali, dapat dikatakan bahwa itu merupakan proses belajar. Demikian pula sebaliknya apabila sebuah respon dianggap salah, namun masih terus dilakukan secara berulang kali, dapat disebut bahwa itu belum benar-benar belajar Littlejohn et al., 2011, p. 54. Kesimpulannya bahwa baik tidaknya sebuah jalinan komunikasi itu tergantung pada tingkat stimulus dan respon yang terbangun, karena di dalamnya pasti menyiratkan sebuah informasi atau sebuah makna. Kaitannya dengan konteks pembelajaran Seni Karawitan Jawa ini, guru selaku pengajar dan fasilitator utama dalam kelas wajib memberikan sebuah stimulus kepada para siswanya, yang diharapkan nantinya juga siswa dapat menanggapi atau merespon apa yang diberikan oleh guru. Hal tersebut juga tidak semata-mata mudah dilakukan, karena kunci utamanya juga terletak pada guru itu sendiri yang wajib memiliki sebuah kreativitas dalam menstimulus siswa dengan materi-materi yang akan disampaikan. Apalagi materi yang disampaikan adalah Seni Karawitan Jawa, untuk dapat memainkan atau menyajikan musiknya perlu pengenalan dan pemahaman dasar akan istilah-istilah yang meliputinya, agar dapat ditangkap oleh siswa sebagai bekal awal sebelum memasuki tahap praktik. Maka perlunya kreativitas guru dalam menyampaikan dan memberi pemahaman mengenai istilah-istilah dalam karawitan, tidak serta merta terburu-buru untuk diperintahkan melakukan praktik tanpa didasari pemahaman yang kuat mengenai materinya. Kreativitas guru dalam merangsang psikologi kognitif siswa sebagaimana demikian perlu menggunakan ilmu dari komunikasi dan psikologi. Gambar 2 adalah bagan alur kreativitas di dalam proses komunikasi tersebut. Pentingnya Aspek Kreativitas Guru dalam Pembelajaran Kreativitas seorang guru dalam menstimulus siswa sangat menentukan timbul tidaknya mental response dan behavioral response dari siswanya. Istilah kreativitas secara etimologis berasal dari bahasa Inggris create, yang memiliki arti “mencipta”, atau lebih jelasnya membuat sesuatu yang awalnya belum ada menjadi ada, atau juga diartikan pengubahan sesuatu dari yang sudah ada menjadi lebih baru. Orientasi Istilah-Istilah dalam Pembelajaran Seni ... 9 Gambar 2. Kreativitas dalam Proses Komunikasi Kesimpulannya, kreatif sama dengan menciptakan sesuatu yang belum pernah dihasilkan maupun ditemukan oleh orang lain. Menurut Torrance dan Safter Kasmaienezhadfard, Talebloo, Roustae, & Pourrajab, 2015, diungkapkan bahwa “Creativity as a model that consist of some construct or dimensions between individuals.” Maksud dari ungkapan tersebut berarti bahwa kreativitas dianggap sebuah model yang terdapat dalam sebuah konstruk antara berbagai individu. Dalam unsur kreativitas tidak terlepas dari daya inovatif di dalamnya yang nantinya membentuk sebuah konstruk baru yang belum pernah ada sebelumnya, dan akan terlahir atau muncul setelah mengalami proses berfikir. Oleh sebab itu, maka dapat dikatakan bahwa munculnya daya inovasi dari seseorang tergantung dari kecerdasan orang itu sendiri. Menurut pandangan Asrul dan rekan-rekannya 2018 dikemukakan bahwa “The indication of creative thinking in the definition that creative thinking is the ability of a person necessary to produce an alternative problem solving….”. Menurut perspektif di atas, dikatakan bahwa seseorang dapat dikatakan kreatif atau penuh dengan inovasi-inovasi apabila indikasinya terlihat dari bagaimana seseorang tersebut berupaya menyelesaikan masalah dan mencari solusi. Sementara istilah kreativitas dalam konteks pengkajian konsep ini yakni bagaimana melakukan sebuah upaya baru seperti meliputi teknik, metode, cara penyampaian, bentuk serta tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran Karawitan Jawa. Mengingat relevansi kemampuan kreativitas dari seorang guru dalam mengelola sebuah kelas sangat membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut sebuah penelitian, kreativitas guru telah terbukti sangat berpengaruh menunjang keberhasilan siswa dalam memahami materi. Seperti halnya yang disampaikan oleh Kaplan 2019 bahwa “Creativity theorists have advocated for teaching for creativity at all levels of education and training”. Merujuk pada ungkapan tersebut bahwa teori kreativitas telah banyak membantu siswa di dalam proses pembelajaran di semua bidang pendidikan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas pembelajaran adalah suatu jenis pembelajaran yang kreatif, sebagaimana pembelajaran tersebut menekankan guru sebagai fasilitator untuk senantiasa membimbing kegiatan belajar demi mendapatkan sebuah suasana belajar yang nyaman serta kondusif, sehingga proses transformasi ilmu dapat berjalan sebagaimana mestinya. Demikian sangat nyata bahwa tuntutan guru sangat kompleks Griffiths, 2014, karena harus kreatif dalam mengemas materi ajar dan melaksanakan pembelajaran agar siswa dapat terstimulus, yang selanjutnya stimulus tersebut membentuk motivasi untuk mewujudkannya dalam kegiatan kreatif demi mencapai tujuan pembelajaran. Berbekal keadaan nyaman dan kondusif dapat menjadikan pembelajaran lebih efektif. Hal di atas sejalan dengan Peter Kline bahwa “learning is most effective when is’s fun” Dryden & Vos, 2002. Maknanya bahwa kreativitas bertujuan agar siswa merasa senang dalam rangka memahami materi pembelajaran, ditambah memiliki rasa ingin tahu terhadap materi yang dipelajarinya. Orientasi Istilah-istilah Dasar dalam Pembelajaran Seni Karawitan Jawa Sebuah istilah dapat berwujud kata atau berupa frasa yang berguna atau berfungsi sebagai Object Istilah-istilah dasar Karawitan Jawa This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. 10 2022 alat kebahasaan dan mempunyai makna tertentu. Apa yang disebut sebagai “kata” adalah satuan kebahasaan yang paling terkecil, sedangkan “frasa” merupakan kolaborasi antara dua kata atau bahkan lebih dari dua dan tidak bersifat predikatif Pehala, Anindita, & Rosyidi, 2017. Sementara Chung Hartanti, 2021, p. 5 berpendapat bahwa secara linguistik, kata memiliki banyak fungsi, “we use words to convey our emotions and thoughts, to tell stories, and to understand the world.” Merujuk pada pendapat di atas, hal tersebut relevan dengan konteks pembelajaran seni karawitan Jawa dimana istilah-istilah karawitan juga tidak terlepas dari sebuah fungsi atau tujuannya, tidak lain yakni berfungsi sebagai sarana atau media pengungkapan emosi, ekspresi, pemikiran untuk menceritakan sesuatu, serta untuk memahami suatu dunia. Dunia yang dimaksud dalam konteks karawitan, merupakan dunia pemikiran masyarakat Jawa. Segala sesuatunya untuk setiap istilah atau kata dalam Bahasa Jawa memiliki sumber rujukan atau referensi yang saling terkait dengan hasil pemikiran masyarakat Jawa. Hal tersebut berarti relevan bahwa untuk mengajarkan siswa awam mempelajari Seni Karawitan hendaknya wajib terlebih dahulu di awali perkenalan atau orientasi istilah-istilah dasar Seni Karawitan. Istilah-istilah dasar dalam karawitan juga tampak asing bagi siswa awam, mengingat bahwa istilah yang digunakan tersebut merujuk pada kosakata Bahasa Jawa kuno, sehingga apabila dilihat dari era atau zaman milenial sekarang, istilah kata tersebut nampak sangat asing bagi para siswa awam. Perlunya orientasi yang mendalam pada pemberian materi berwujud istilah-istilah yang disertai dengan kreativitas guru dalam pemberian stimulus, dapat membentuk mental response dan behavioral response siswa untuk selanjutnya menjadi bekal pendalaman materi tentang Seni Karawitan Jawa. Tabel 1 merupakan istilah-istilah umum yang terdapat dalam Seni Karawitan Jawa, istilah-istilah ini dirangkum dari beberapa sumber Gitosarodjono, 1971; Martopangrawit, 1975; Supanggah, 2002. Tabel 1. Istilah-istilah umum dalam karawitan Modus tangga nada atau scaleKategori unsur-unsur nada tertentu dalam jenis tangga nada. Memainkan instrumen gamelan. Teknik vokal dalam menyanyikan nada tertentu. Teknik bermain kendhang dan jenis kendhang. Warna suara vokal berubah seperti orang dewasa. Teks lirik atau syair lagu Instrumen gamelan yang bentuk fisiknya terdapat benjolan di tengahnya. Sejenis vokal lagu atau dalam karawitan lazim disebut antar nada atau interval Frekuensi pada sebuah nada Irama gendhing yang cepat Irama gendhing yang lirih Jenis gendhing yang gagah dan tabuhannya keras. Kerangka kayu yang digunakan untuk menggantung pencon pada instrumenkempul dan gong. Pola tabuhan yang jaraknya saling berdekatan atau lebih intens. Pola tabuhan maupun irama yang jaraknya agak jauh atau panjang. Tanya jawab lirik lagu dalam gendhing. Vokal pria dalam karawitan Vokal wanita dalam karawitan Ajakan dari kendhang untuk akan mengajak berhenti. Bagian putaran melodi gendhing atau interlude. Orientasi Istilah-Istilah dalam Pembelajaran Seni ... 11 Orientasi dari Istilah menuju Mental Response dan Behavioral Response Terlihat jelas berdasarkan yang terpapar pada Tabel 1 bahwa setiap istilah dalam karawitan mempunyai makna tersendiri yang mengacu pada objek atau konsep tertentu. Merujuk pada konsep semiotika dari Pierce bahwa “It is a combination of representations, objects and interpretations”. Apabila di dalam istilah terdapat kombinasi tiga hal meliputi representasi, objek, dan interpretasi maka sebuah istilah terkait dapat melahirkan fungsi komunikatifnya. Sebab dalam sebuah kata terdapat “tanda” yang merupakan ciri representasi yang paling utama, “Its main representation is a sign,” Afisi, 2020, p. 272. Selanjutnya pemrosesan istilah kata dilakukan dengan interpretasi sehingga nantinya akan menghasilkan suatu pe-makna-an, atau dalam Karawitan Jawa merupakan representasi tanda yang merujuk pada suatu objek tertentu, hingga pada akhirnya mempunyai makna. Relevansinya dengan konteks pembelajaran Karawitan Jawa terletak pada sulitnya pemaknaan tanda tersebut atau sulitnya mengidentifikasi istilah-istilah dalam karawitan. Sulitnya pemaknaan terhadap tanda atau istilah dalam karawitan tersebut disebabkan oleh perbedaan pemaknaan terhadap tanda tersebut, karena masalah utamanya yakni perbedaan latar belakang kebudayaan dan tradisi musikal, sehingga dengan sendirinya menimbulkan sebuah perbedaan pemaknaan terhadap istilah-istilahnya. Perbedaan-perbedaan istilah tersebut menjadikan para siswa terutama siswa awam sangat sulit memahami makna istilah tersebut. Masalah kebahasaan atau pemahaman awal para siswa awam terhadap istilah tersebut sudah menjadi persoalan yang mendasar. Demi mengatasi problematika tersebut, maka sangat perlu dibutuhkan kreativitas guru karawitan untuk menstimulus para siswa awam melalui aspek psikologi kognitifnya. Dan diharapkan dari aspek ini dapat membangun mental response dan behavioral response untuk memahami istilah-istilah Karawitan Jawa dan melanjutkannya pada praktik bermusik. Sebelum menginjak materi tentang karawitan, langkah kreatif guru yang wajib dilakukan pada tahap awal yakni memberikan stimulus dengan menjelaskan atau menyampaikan Kebudayaan Jawa terlebih dahulu. Apabila seorang guru memiliki kreativitas yang tinggi pastinya teknik penyampaian pengenalan Kebudayaan Jawa dilakukan melalui berbagai media pembelajaran. Media instukrional yang cukup populer saat ini seperti infografis Pratama & Herbekti, 2021; Pratama, Surahman, & Hartoto, 2021. Mengingat media pembelajaran merupakan sarana yang difungsikan untuk membantu berinteraksi dan berkomunikasi selama proses pembelajaran. Terdapat dua unsur utama dalam media pembelajaran, pertama adalah perangkatnya itu sendiri, sedangkan yang kedua adalah pesan yang dibawa. Media lain untuk pengenalan Kebudayaan Jawa juga dapat berupa buku-buku non-fiksi tentang kebudayaan Jawa ataupun sejarah tradisi Jawa. Selain itu seperti yang dikemukakan Alan Merriam Takari, 2009, bahwa pada dasarnya musik tradisi tidak dapat dipisahkan dari kebudayaannya sehingga perlu dilakukan penyampaian pada hal-hal yang bersifat kontekstual. Upaya kreatif guru selanjutnya selain menggunakan media buku dan cerita-cerita Kebudayaan Jawa adalah menggunakan media pembelajaran dalam bentuk video atau audio-visual diterima indera pendengaran dan pengelihatan. Strategi kreatif demikian dapat merangsang psikologi kognitif siswa awam, faktanya dapat dilihat melalui indikatornya yaitu muncul atau timbulnya respon mental mental response maupun respon perilaku behavioral response dari siswa. Pemanfaatan media seperti ini diharapkan membuat proses pembelajaran karawitan menjadi lebih efektif, interaktif, serta dapat menarik atensi siswa. Hal demikian relevan dengan apa yang dikatakan Jogiyanto bahwa perilaku merupakan tindakan nyata yang dilakukan individu atas dasar hasrat untuk melakukan sesuatu tertentu Doni, 2017, p. 16. Respon mental dan respon perilaku dapat timbul secara spontan apabila menggunakan video. Video yang digunakan sebagai media dapat berisi This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. 12 2022 liputan Budaya Jawa atau bahkan sampai pada tahap merasakan suasana Jawa njawani. Selain langkah strategis pengenalan karawitan melalui media pembelajaran video. Ada poin yang lebih vital diperhatikan, yaitu sejauh mana daya tarik siswa terhadap apa yang ditampilkan dalam video tersebut, tentunya hal tersebut bukan semata-mata dapat dipastikan berhasil menstimulus siswa, namun kembali lagi pada gurunya, karena kreativitasnya sangat tergantung pada guru yang menyampaikan materi melalui video tersebut. Caranya dapat langsung dengan menjelaskan unsur penting di dalam video dengan cara paused memberhentikan video sejenak pada bagian tertentu, agar selanjutnya guru menjelaskan lebih dalam terkait apa istilahnya dan perannya sebagai apa. Setelah dilakukan orientasi istilah-istilahnya, dapat dilanjutkan pada tahap merangsang siswa pada tingkatan rasa. Istilah rasa roso ini sering dimaknai sebagai sesuatu yang menyentuh hati atau batin. Rasa dalam karawitan dapat mudah dirasakan berdasarkan pengalaman kultural, seperti pengalaman musikal siswa dalam mendengarkan bunyi gamelan, sehingga aspek-aspek musikologis yang termuat di dalamnya seperti ritme, tempo, irama, harmoni, dan melodi dapat didengarkan dan dirasakan secara langsung. Penyampaian materi karawitan yang diberikan melalui bantuan media pembelajaran menjadi sebuah rangsangan atau stimulus yang cocok terutama bagi para siswa awam, sehingga berdasarkan pada teori psikologi kognitif, nantinya dapat melahirkan mental respone berupa perhatian attention dan juga behavioral response. Misalnya seperti contoh istilah “tembang, cakepan, gendhing” akan terdengar asing dan aneh bagi siswa awam yang tidak terbiasa dengan nuansa Jawa. Namun berbanding sebaliknya apabila istilah ini telah tertanam dalam pikiran siswa, secara otomatis akan memunculkan mental response, para siswa yang telah mendapat materi-materi melalui media pembelajaran seperti video, audio, teks akan mewujudkannya dalam perilaku atau dapat disebut behavioral response. Bukti konkret dari behavioral response siswa adalah berupa senandung, nyanyian bahkan tabuhan pola karawitan itu sendiri. Peran sebuah istilah menjadi sangat vital dalam proses transformasi makna. Sebuah istilah merupakan bentuk kebahasaan yang ditangkap oleh indera, untuk selanjutnya diproses di dalam jiwa seseorang, maka terbentuklah mental response, sebelum kemudian ditanamkan dalam kesadaran serta diwujudkan dalam pola perilaku Goldstein, 2011, p. 7. Proses penerimaan informasi yang kemudian ditanamkan dan diendapkan dalam jiwa seseorang disebut “mental response”, yang isinya dapat berupa sebuah perhatian attention maupun sebuah tanggapan perception. Psikologi kognitif merupakan upaya atau cara seseorang mempelajari, mempersepsikan, menganalogikan, mengingat, berpikir, serta upaya mewujudkan sebuah pemahaman ke dalam sebuah tindakan nyata atau perilaku. Penyampaian materi yang meliputi istilah-istilah karawitan yang termuat dalam media teks, audio, visual maupun audio visual akan dapat membangun mental response setelah melalui proses timbulnya perhatian attention dan tanggapan perception. Demikian setelah mental response terwujud, otomatis akan berjalan menuju proses berikutnya, yakni timbulnya respon perilaku behavioral response dari siswa yang telah diberikan materi dengan bantuan stimulus guru melalui kreativitasnya. Hasilnya secara nyata akan terwujud dalam bentuk memainkan gamelan dengan penuh antusias dan semangat tanpa ada kesulitan yang berarti. Kesimpulan Berdasarkan analisis konsep psikologi kognitif, orientasi istilah dasar Karawitan Jawa merupakan aspek vital untuk siswa awam sebagai landasan kompetensi materi. Pemahaman istilah-istilah karawitan tersebut apabila dilihat secara prosesnya memang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Namun hal tersebut dapat bermanfaat setelahnya, karena kemudahan mempelajari instrumen gamelan dalam Karawitan Jawa pada saatnya dapat meningkatkan antusias para siswa, terutama yang awam atau pemula. Hasil antusiasme yang timbul Orientasi Istilah-Istilah dalam Pembelajaran Seni ... 13 akan mendorong siswa lebih mendalami karawitan, terutama demi mengupas nilai-nilai luhur yang terkandung dalam semua unsur seni Karawitan Jawa tersebut. Seperti nilai sosial kemanusiaan, nilai kultural, nilai religiusitas, nilai filosofis, dan juga nilai estetika dari pengalaman bermain gamelan itu sendiri. Puncaknya siswa dapat memperoleh sebuah hakikat rasa roso dari estetika Seni Karawitan Jawa tersebut. Para guru Mapel Seni Budaya atau khususnya pengajar seni karawitan dapat menjadikan pertimbangan praktis dari usulan konsep demikian. Mengingat penyampaian materi yang dilakukan guru dengan stimulus kreatif berpotensi membentuk mental response sampai dengan behavioral response siswanya. Pembelajaran seni musik tradisi yang bersifat praktik seperti halnya Karawitan Jawa ini hendaknya juga diberikan pemahaman aspek budaya terlebih dahulu pada awal pertemuan sebelum masuk pada ranah praktik. Kreativitas guru dapat diwujudkan dari pemilihan media, metode, dan teknik pengajaran di kelas. Referensi Afisi, O. T. 2020. The Concept of Semiotics in Charles Sanders Peirce’s Pragmatism. In Trends in Semantics and Pragmatics pp. 271–274. Asrul, Ridlo, S., & Susilo. 2018. Creative Thinking Analysis, Motivation and Concept Mastery on Learning of Cooperative Discovery Model in Elementary School. Journal of Primary Education, 71, 48–56. Craig, R. T. 1999. Communication Theory as a Field. Journal Communication Theory, 92, 119–161. Doni, F. R. 2017. Perilaku Penggunaan Media Sosial pada Kalangan Remaja. Jurnal IJSE Indonesian Journal of Software Engineering, 32, 15–23. Dryden, G., & Vos, J. 2002. Revolusi Cara Belajar = The Learning Revolution Belajar Akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun” Bagian II Sekolah Masa Depan A. Baiquni, ed.. Bandung Kaifa. Gitosarodjono, S. 1971. Iktisar Teori Karawitan dan Teknik Menabuh Gamelan. Malang Keluaga Karawitan Studio. Goldstein, E. B. 2011. Cognitive Psychology Connecting Mind, Research, and Everyday Experience 3rd ed.. Boston, USA Cengage Learning. Griffiths, M. 2014. Encouraging Imagination and Creativity in the Teaching Profession. European Educational Research Journal, 131, 117–129. Hartanti, C. D. 2021. Kreativitas Guru dalam Pembelajaran Karawitan Jawa. Musikolastika Jurnal Pertunjukan Dan Pendidikan Musik, 31, 62–71. Hood, M. 1966. Slendro and Pelog Redefined. In Selected Report Vol. 1. Retrieved from Kaplan, D. E. 2019. Creativity in Education Teaching for Creativity Development. Scientific Research Psychology, 102, 140–147. Kasmaienezhadfard, S., Talebloo, B., Roustae, R., & Pourrajab, M. 2015. Students’ Learning Through Teaching Creativity Teachers’ Perception. Journal of Educational, Health and This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. 14 2022 Community Psychology, 41, 1–13. Kunst, J. 1949. Music in Java I. Leiden, Netherlands The Hague. Littlejohn, S. W., Foss, K. A., & Oetzel, J. G. 2011. Theories of Human Communication. Illinois, USA Waveland Press Inc. Martopangrawit, M. 1975. Pengetahuan Karawitan I. Surakarta ASKI Surakarta. Pehala, I. A., Anindita, K. A., & Rosyidi, M. 2017. Jenis, Fungsi, dan Makna pada Frasa dan Kata Majemuk dalam Puisi Don Quixote Karya Goenawan Mohamad. Haluan Sastra Budaya Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Humaniora, 11, 74–85. Pratama, U. N., & Herbekti, S. 2021. Penilaian Presentasi Infografis Materi Pedagogi Seni Pertunjukan untuk Mendukung Pembelajaran Zoom Meeting. Educate Jurnal Teknologi Pendidikan, 62, 61–71. Pratama, U. N., Surahman, E., & Hartoto. 2021. Perceptions of Performing Arts Education Students’ on Infographic-based Presentations as Learning Media for Online Meeting Video. Proceedings - 2021 7th International Conference on Education and Technology, ICET 2021, 140–146. Seeger, C. 1977. On the Moods of a Music Logic. Berkeley, USA University California Press. Supanggah, R. 2002. Bothekan Karawitan I. Jakarta Ford Foundation & Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Takari, M. 2009. Etnomusikologi, Ilmu-ilmu Seni dan Pengembangan Teori. In Studia Kultura No. 16. Retrieved from Yudoyono, B. 1984. Gamelan Jawa Awal Mula, Makna, Masa Depannya. Jakarta Karya Unipress. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Nendra PratamaSilvia Herbektip class="16bIsiAbstrak">Pembelajaran utama secara daring sampai saat ini masih dilaksanakan di semua tingkat dan jenis pendidikan, tak terkecuali di pendidikan tinggi kesenian. Terkait hal ini, pengajar perlu memanfaatkan teknik-teknik instruksional yang dapat mendukung kinerja secara daring. Peneliti telah melakukan implementasi pendekatan synchronous pembelajaran daring dengan aplikasi Zoom Meeting di lingkungan Prodi Pendidikan Seni Pertunjukan. Berangkat dari hal tersebut, maka telah diterapkan teknik instruksional dengan presentasi infografis untuk penyampaian materi melalui kelas Zoom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan desain presentasi berbasis infografis tentang materi pedagogi pendidikan dan pembelajaran seni pertunjukan dari sudut pandang ahli media. Metode riset yang dilakukan adalah validasi ahli atau survei pakar experts judgement survey . Pengambilan data melalui survei daring dengan instrumen kuesioner yang terdiri dari 4 kategori penilaian total item 32. Sumber data adalah sepuluh ahli media dari kalangan dosen Teknologi Pembelajaran. Analisis data dilakukan melalui penjumlahan rerata skor hasil survei, kemudian membagi ke setiap total kategori dan total skor per responden, serta mengonversi ke 4 kategori nilai kualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentasi infografis yang diimplementasikan memiliki nilai kelayakan tinggi. Pembuatan presentasi infografis dalam implementasi penelitian ini menyesuaikan berbagai macam rekomendasi dari penelitian sebelumnya, sehingga media yang dihasilkan memiliki kelayakan tinggi dari persepsi ahli. Studi ini menyimpulkan bahwa desain presentasi berbasis infografis tentang materi kependidikan dan pembelajaran untuk pendidikan seni pertunjukan, telah dinyatakan layak dari sudut pandang ahli media. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan implikasi pada pengajaran materi kependidikan dan pembelajaran untuk kawasan bidang studi lain yang masih relevan. Penelitian mendatang dapat diarahkan untuk survei persepsi dari sudut pandang peserta didik yang menjadi audiens dari pemanfaatan media terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan frasa dan kata majemuk yang memiliki fungsi dan makna dalam puisi. Sumber data penelitian adalah 2 puisi Don Quixote. Teknik pengumpulan data dilakukan teknik pembacaan dan teknik pencatatan atau simak catat dan dianalisis dengan teknik analisis deksriptif kualitatif secara formal dan informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 jenis frasa yang ditemukan dalam kumpulan puisi ini ada 5, yaitu frasa determiner/FD, frasa nominal FN, frasa verba FV, frasa ajektiva F Adj. dan frasa preposisional F Prep.. 2 Fungsi yang dibedakan menjadi 3, yaitu referensial, puitis/estetis dan komunikatif. 3 Makna yang ada dalam sajak terdiri dari 5 yaitu denotatif, gramatikal, kiasan, idiom dan konotatif. 4 Fungsi frasa dan kata majemuk dalam sajak. Kata Kunci jenis, fungsi, makna, frasa, kata majemuk 9l2Lu.